IAN FISIP UMSU | Program Studi (Prodi) Ilmu Administrasi Negara (IAN) FISIP menggelar beda buku Melawan Konspirasi Global di Teluk Jakarta karya Ahmad Khoirul Fata dengan tema Relasi Birokrasi Pemodal dan Adat dalam Kontestasi Ekonomi di Tanjung Priok. Pembicara dalam bedah buku ini yaitu Dosen sekaligus Ketua Prodi IAN Nalil Khairiah SIP MPd, Ketua Federasi Pekerja Pelabuhan Indonesia Nova Sofyan Hakim dan Ahmad Khoirul Fata. Bedah buku ini dihadiri langsung Dekan FISIP UMSU Dr Arifin Saleh Siregar dan dipandu oleh moderator Mujahiddin SSos MSP, Dosen IKS FISIP UMSU.
Dekan FISIP, Dr Arifin Saleh Siregar menyatakan menyambut baik kegiatan akademis tersebut. “Kajian bedah buku ini diharapkan mampu membuka analisis berfikir kita apalagi adinda-adinda sebagai mahasiswa agent of change harus mampu dalam memahami keadaan global termasuk Indonesia,” ujar dia.
Sementara itu, sebagai penyelenggara, Nalil Khairah sangat mengapresiasi buku yang ditulis oleh Ahmad Fata tersebut. Menurut dia, buku Melawan Konspirasi Global di Teluk Jakarta merupakan titik kritik sosial terhadap kasus – kasus yang di kantor Pelindo 2 hingga berkaitan kepada para elit politik yang menjadi penentu dalam pembuatan kebijakan publik. “Saya sangat paham benar bagaimana buku Melawan Konspirasi Global di Teluk Jakarta ini menjadi kritik yang tajam kepada Pelindo 2. Buku ini sangat lugas menjelaskan bagaimana kasus kasus yang pernah terjadi di Teluk Jakarta,“ kata Nalil.
Ia menambahkan, persoalan tentang Teluk Jakarta jika diambil dari aspek otonomi daerah terlalu luas. Karena persoalan Teluk Jakarta tak hanya terhenti kepada Pelindo 2, tetapi berkaitan bagaimana para elit politik yang menjadi penentu dalam pembuatan kebijakan publik.
Ahmad Khoirul Fata mengungkapkan, Pansus Angket Pelindo II merekomendasikan agar pemerintah menindaklanjuti laporan hasil pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap perpanjangan kontrak kerjasama antara Pelindo II dengan Hutchison Port Holding (HPH) yang merugikan negara sebesar Rp4,08 triliun.
“Sampai sekarang meskipun Pansus telah merekomendasikan untuk membatalkan kerjasama antra Pelindo II dengan HPH, namun sikap pemerintah yang ada sekarang ini dibiarkan saja, atau cuek, “ ungkapnya.
Di dalam buku yang ia tulis tersebut, Ahmad Khoirul Fata tidak hanya membahas tentang bagaimana persoalan Pelindo II dengan karyawan atau Pelindo II dengan pemerintah. Namun dalam buku tersebut, Khoirul menekankan bahwa pentingnya pelabuhan sebagai pintu gerbang perekonomian di Indonesia. Dan di beberapa halaman buku tersebut mengupas bagaimana sejarah Tanjung Priok dari masa ke masa sampai terjadi peristiwa berdarah di tahun 1984 dan tahun 2010.
Sementara itu, Ketua Federasi Pelabuhan Indonesia Nova Sofyan Hakim, banyak berkomentar tentang carut marut pelabuhan di Indonesia. Saat ditanya bagaimana tanggapannya mengenai Pelabuhan Kuala Tanjung di Kabupaten Batubara, Sumatera Utara. Ia berharap agar pelabuhan yang baru itu, dapat dikuasai oleh rakyat Indonesia sepenuhnya. “ Saya berharap, Pelabuhan Kuala Tanjung nantinya tidak kuasai asing seperti pelabuhan Tanjung Priok, karena Pelabuhan Kuala Tanjung bisa jadi bernasib serupa dengan Pelabuhan JICT Tanjung Priok,“ tandasnya. (*)